Mediaintelijen.id
Bekasi,28/07/2025
BEKASI – Peredaran obat-obatan terlarang di Kabupaten Bekasi semakin memperlihatkan pola yang tidak biasa. Bukan hanya soal maraknya distribusi hingga ke pelajar, tapi juga soal jaringan, harga yang melonjak, dan indikasi adanya perlindungan. Forum Masyarakat Anti Obat Terlarang (FORTAL) memilih untuk tidak menahan suara. Ketua Umum FORTAL, Kang Edo, menyatakan bahwa kini saatnya isu ini dibiarkan berkembang liar ke publik agar seluruh pihak yang merasa memiliki tanggung jawab tidak lagi bisa bersembunyi di balik meja atau jabatan.
"Saya tidak hanya bertanya ke Bupati atau Wakil Bupati Bekasi. Saya mempertanyakan ke semua pihak—aparat penegak hukum, instansi pemerintah, pihak keamanan, bahkan tokoh masyarakat. Ada apa sebenarnya di balik peredaran obat-obatan ini? Siapa yang main mata?” ungkap Kang Edo dalam pernyataan terbukanya.
FORTAL, menurut Edo, menerima banyak laporan dari masyarakat, termasuk soal titik-titik distribusi dan pola peredaran yang terkesan terlindungi. Bahkan, salah satu lokasi yang disorot adalah Kampung Jati di Kecamatan Cikarang Utara. Lokasi ini disebut secara langsung oleh Kapolsek Cileungsi, Kabupaten Bogor, sebagai sumber utama peredaran obat-obatan terlarang yang masuk ke wilayahnya.
"Kalau aparat dari wilayah lain saja bisa tahu sumbernya dari sini, kenapa yang di dalam justru seolah-olah tutup mata? Ada indikasi bahwa peredaran ini tidak berdiri sendiri. Kita biarkan publik yang mengungkap,” tegasnya.
Harga Naik Setelah Isu Viral: Siapa Menikmati Selisihnya?
Salah satu sorotan tajam dari FORTAL adalah fenomena lonjakan harga obat-obatan terlarang setelah kasus ini mulai ramai diperbincangkan. Kang Edo membeberkan bahwa sebelumnya harga satu paket obat keras jenis tertentu hanya Rp 120.000. Namun setelah penangkapan marak dan isu viral, harga justru melonjak menjadi Rp 200.000.
"Yang bikin heran, setelah makin viral dan katanya makin diawasi, harga justru naik. Harusnya tekanan membuat pasar lesu, ini malah jadi ladang basah. Jadi pertanyaannya: siapa yang menikmati selisih Rp 80 ribu per paket itu? Lari ke mana duitnya? Apakah ada backing? Apakah ada pungutan 'keamanan' terselubung?” tanya Edo dengan nada kritis.
Menurut analisis FORTAL, jika dalam sebulan beredar minimal 2.000 paket, maka terdapat aliran dana "tambahan" sekitar Rp 160 juta per bulan, yang menurutnya patut dicurigai ke mana dan kepada siapa mengalirnya.
Bukan Lagi Soal Hukum, Tapi Soal Integritas Kolektif
Kang Edo menekankan bahwa perang terhadap peredaran obat-obatan terlarang bukan hanya tugas polisi atau dinas kesehatan, melainkan perang integritas kolektif. Pemerintah daerah, DPRD, tokoh agama, tokoh masyarakat, sampai LSM dan ormas harus ikut ambil bagian secara nyata, bukan hanya seremonial.
"Kalau masih ada yang diam, publik berhak bertanya: diam karena tidak tahu, atau diam karena turut menikmati?” tantang Edo.
Payung Hukum Sudah Jelas, Tapi Implementasi Masih Gelap
FORTAL juga mengingatkan bahwa secara hukum, pemerintah daerah memiliki kewajiban berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 dan Permendagri No. 12 Tahun 2019 untuk aktif dalam pencegahan dan penanganan penyalahgunaan narkotika. Pembentukan tim terpadu wajib dilakukan, termasuk sosialisasi di sekolah, pengawasan apotek dan toko obat, serta pelaporan berkala.
Namun, sejauh ini Kang Edo melihat tidak ada keterbukaan informasi dari Pemkab Bekasi terkait pelaksanaan kewajiban itu.
"Ada atau tidak tim terpadu itu? Kalau ada, hasilnya mana? Rapatnya kapan? Target kerjanya apa? Jangan sampai hanya sebatas tanda tangan di SK, tanpa ada kerja di lapangan,” tegasnya.
FORTAL: Kami Tak Akan Diam
Kang Edo menegaskan bahwa FORTAL tidak akan berhenti menyuarakan dan membuka data-data yang dimiliki. Ia menyebut sudah saatnya masyarakat sipil memegang kendali tekanan terhadap praktik kotor yang menghancurkan generasi bangsa.
Kami punya data, kami punya laporan, kami tahu siapa yang bermain. Tapi sekarang, biarkan isu ini berkembang liar. Kalau memang tidak ada yang mau menjawab, publik yang akan menghukum. Kami hanya memulainya,” pungkasnya.
(Mardani Lubis al-Bantani)
Social Header